NILAI-NILAI PANCASILA PADA TAHLILAN
Wakil Gubenur Jawa Timur H.
Syaifullah Yusuf menjelaskan filosofi tahlilan yang sering dilakukan warga NU
ketika ada yang meninggal. Menurut amaliyah yang sering jadi sasaran bid’ah
kelompok lain itu mencerminkan praktik ber-Pancasila. Jauh sebelum bangsa ini
merdeka, kata dia, para kiai berdebat dengan para tokoh pendiri Republik ini.
Indonesia ini mau dijadikan negara Islam atau negara sekuler.
Nah, akhirnya Bung Karno memutuskan
negara Pancasila. Pancasila, lanjut pria yang akrab disapa Gus Ipul, mengutip
ungkapan seorang kiai yang pidatonya mirip sekali dengan Bung Karno. “Ini
rawahu Kiai Harun Ismail, saya kutip” kata Gus Ipul pada halaqoh Majelis Alumni
IPNU di Hotel The Alana, Surabaya.
Kalau ingin melihat pelaksanaan
Pancasila yang benar dan tepat maka lihatlah orang tahlilan. Inilah filosofi
Pancasila yang berada di Tahlilan ala NU. pertama, orang tahlil itu pasti baca
surat Al-Ikhlas yang berbunyi Qulhu Allahu ahad Allahus shomad. Itulah Ketuhanan
yang Maha Esa dan di dalam tahlil pasti baca itu. Yang artinya Tuhan itu satu.
kedua, orang tahlil di lingkungan NU
itu, siapa pun boleh datang dan ikut, tidak ada seleksi, tidak ada pertanyaan,
“kamu bisa tahlil enggak? Kalau enggak bisa, disuruh keluar. Di NU tidak
seperti itu,” katanya.
Bahkan nonmuslim pun boleh masuk dan orang yang membid’ah-bid’ahkan tahlil pun dipersilakan ikut, kalau mau. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Itulah kemanusiaan yang adil dan beradab. dan kalau dilihat di kampung-kampung, orang tahlil itu duduknya bersila semua. Tidak dibedakan duduknya seorang pejabat, kiai, santri dan orang biasa. Semuanya sila, rata. Itulah persatuan Indonesia terdapat dalam sila ke-tiga pancasila. Duduknya sila semua. “Setelah itu, menjelang dimulai, di sanalah mereka mencari pemimpin, mereka saling tuding menuding. Satunya bilang jenengan saja yang mimpin dan yang lainnya juga bilang jenengan yang lebih pantas,” ungkapnya.
Bahkan nonmuslim pun boleh masuk dan orang yang membid’ah-bid’ahkan tahlil pun dipersilakan ikut, kalau mau. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Itulah kemanusiaan yang adil dan beradab. dan kalau dilihat di kampung-kampung, orang tahlil itu duduknya bersila semua. Tidak dibedakan duduknya seorang pejabat, kiai, santri dan orang biasa. Semuanya sila, rata. Itulah persatuan Indonesia terdapat dalam sila ke-tiga pancasila. Duduknya sila semua. “Setelah itu, menjelang dimulai, di sanalah mereka mencari pemimpin, mereka saling tuding menuding. Satunya bilang jenengan saja yang mimpin dan yang lainnya juga bilang jenengan yang lebih pantas,” ungkapnya.
Di sanalah terjadi musyawarah
kecil-kecilan mencari seorang pemimpin tahlil. Setelah kepilih satu yang
memimpin tahlil. Itulah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan atau perwakilan yang merupakan sila ke-empat.
Setelah tahlil selesai, berkat nya
keluar. Semuanya mendapatkan berkat yang sama tanpa ada berbedaan baik tampilan
dan isinya semuanya sama. Itulah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sila ke-lima.
semoga bermanfaat untuk kita semua.