khilafah 'ala minhajin nubuwwah
Sekali lagi soal Hadis "khilafah 'ala
minhajin nubuwwah"
Beberapa tahun lalu saya mengkritisi Hadis
yang sering digunakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk memprediksi bahwa
akan datang kembali sistem pemerintahan khilafah yang sesuai dengan manhaj kenabian
(silakan digoogle tulisan saya tsb). Saya sebutkan bahwa riwayat Thabrani soal
itu majhul dan riwayat imam Ahmad bermasalah khususnya pada perawi yang bernama
Habib bin Salim.
Kritikan saya itu juga diikuti oleh sahabat
saya Agus Maftuh Abegebriel (sekarang beliau Dubes RI untuk saudi Arabia).
Akibat kritikan kami tsb, DPP HTI kemudian berusaha keras mendukung riwayat
yang kami persoalkan itu. Mereka menganggap Hadis soal khilafah 'ala minhajin
nubuwwah kalau tidak shahih ya minimal hasan. Mereka tidak mau bilang dha'if
meski mereka mengakui kutipan saya bahwa Imam Bukhari tidak mau meriwayatkan
dari Habib bin Salim. Fihi nazhar (ia perlu diteliti), kata Imam Bukhari. Ini
menunjukkan bahwa Habib bin Salim itu perlu ditinggalkan dan tidak dianggap kredibel.
DPP HTI mati-matian hendak menunjukkan bahwa kalimat fihi nazhar dari imam
Bukhari bukan berarti Hadisnya menjadi lemah. Siapapun yang belajar jarh wa
ta'dil tentu tahu bahwa jarh harus didahulukan ketimbang ta'dil. Maka kalau
Imam Bukhari sudah men-jarh Habib bin Salim, maka diskusi sudah selesai
sebenarnya. Tidak perlu berpanjang kalam. Memang kita siapa dibanding Imam
Bukhari. Apa lagi dari 9 kitab hadis utama (kutubut tis'ah) hanya Musnad Ahmad
yang meriwayatkan Hadis khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Jadi, kelemahan hadis
ini tidak bisa tertolong.
Semakin saya pelajari dan kaji lebih jauh
semakin yakin saya dengan kritikan saya beberapa tahun yang lalu itu. Ini saya
coba ringkaskan:
1. Kritik Sanad
A. Habib bin Salim ini tidak banyak
meriwayatkan Hadis, dan beberapa diantaranya juga bermasalah. Kitab al-Muwatha
dan Tuhfatul Ahwazi mendhaifkan riwayat lain dari Habib. Kitab Faidul Qadir
mengatakan riwayat Habib dari Huzaifah itu mursal dan Hadis soal khilafah ala
minhajin nubuwwah ini diriwayatkan Habib bin Salim dari Huzaifah. Tarikhul
islam li dzahabi mengatakan hadis-hadis riwayat Habib bin Salim dari Abi Basyir
itu dhaif.
Kitab al-Du'afa al-kabir lil Uqayli juga
mendhaifkan riwayat Habib bin Salim. Kata Ibn Adi, sanad dia sering tertukar.
Al-Suyuti mengatakan dia lemah. Jadi, jelas selain Imam Bukhari banyak juga
ulama lain yang men-jarh-kan Habib bin Salim ini. Sekali lagi, kita harus
mendahulukan jarh dibanding ta'dil.
B. Perawi berikutnya Dawud ibn Ibrahim
al-Washitiy ternyata juga bermasalah. Musnad Ahmad hanya sekali meriwayatkan
dari dia, yaitu Hadis ini saja. Begitu kita lacak ke kitab hadis utama lainnya
nama ini juga tidak muncul. Dalam Silsilah Dha'ifah disebutkan oleh Syekh
al-Albani bahwa Dawud ini bermasalah (fihi layyin) dan cacat (fahuwa
al-'illat). Ibn Hibban mengatakan dawud ini tsiqah tetapi ibn Hibban sendiri
tidak pernah meriwayatkan Hadis darinya. Jadi, kita patut skeptis dengan perawi
ini.
C. Riwayat lain, seperti sudah saya
sebutkan, berasal dari Mu'jam Thabrani (Hadis No 368), dan majhul karena salah
sau perawinya bernama Habib bin Abi Tsabit dikomentari Ibn Hibban dan Ibn
Khuzaimah sebagai mudallis. Bahkan dalam jalur riwayat ini Habib bin Abi Tsabit
meriwayatkan dari seorang lelaki suku Quraisy. Tidak jelas siapa orangnya. Maka
sanad dari jalur ini jelas bermasalah.
2. Kritik Matan
Dari segi matan mari kita simak menurut
riwayat jalur Musnad Ahmad (Hadis No 18406) periode khilafah itu:
a. khilafah 'ala minhajin nubuwwah: ini
disepakati ulama sebagai periode khulafa al-rasyidin. Yang dalam riwayat lain
disebutkan hanya 30 tahun.
b. kemudian memasuki masa Kerajaan yang
Menggigit/zhalim (Mulkan 'Adhan)
c. setelah itu periode Kerajaan yang
diktator (Mulkan Jabariyah)
d. setelah itu akan datang masa khilafah
'ala minhajin nubuwwah
Sudah saya sebutkan dalam tulisan saya
sebelumnya bahwa indikasi dari riwayat Musnad Ahmad ini Habib bin Salim tegas
merujuk kepada khalifah Umar Bin Abdul Azis sebagai periode keempat (d) yaitu
khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Jadi, sudah selesai periodisasi di atas.
Begitu juga pendapat para ulama seperti
al-Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar al-Bazzar, Abu Dawud al-Thayalisi, Abu
Nu'aim al-Ashfihani, al-Baihaqi, Ibn Rajab al-Hanbali, al-Suyuthi, bahkan
Syaikh Yusuf bin Isma'il al-Nabhani (kakek Taqiyyuddin al-Nabhani, pendiri
Hizbut Tahrir) juga berpendapat Umar Bin Abdul Azis lah yang dimaksud dalam
periode keempat.
HTI menganggap periode keempat itu akan
muncul nanti makanya mereka getol sekali mau kembali ke sistem khilafah. Kalau
periode keempat itu baru muncul belakangan apa mereka tega mau bilang Umar Bin
Abdul azis termasuk yang Mulkan 'Adhan atau Mulkan Jabariyah? Lagipula sekarang
ini kita tidak berada pada periode Mulkan Jabariyah (ketiga) karena kita berada
pada jaman negara bangsa (ad-Duwal al-Islamiyah al-Qaumiyah) yang tidak disebut
dalam riwayat yang bermasalah itu. Jadi, riwayat di atas sudah selesai
periodisasinya dan sudah tidak cocok lagi mau dipakai terus oleh HTI.
Kalau kita periksa riwayat Thabrani justru
periodisasinya berbeda: Kenabian, Khilafah 'ala minhajin nubuwwah terus Mulkan
Jabariyah. Berarti menurut riwayat ini tidak ada nanti khilafah lagi.
Kitab Majma' Zawaid mencantumkan riwayat
dari Muadz bin Jabbal bahwa urutannya adalah kenabian, khilafah, mulkan adhan
dan mulkan jabariyah. Tidak disebut periode akhirnya adalah khilafah 'ala
minhajin nubuwwah. Begtu juga tiga riwayat yang tercantum dalam Kanzul Umal
(Hadis No 15111, 15112, dan 15113) tidak menyebutkan ujungnya adalah khilafah
'ala minhajin nubuwwah.
Habib bin Salim ini budak yang dimerdekakan
oleh Gubernur Nu'man, dan diangkat sebagai sekretaris. Anaknya Nu'man yang
bernama Yazid kawan dari khalifah Umar bin Abdul Azis. Maka untuk mendukung
anak bossnya, Habib bin Salim menulis surat kepada Khalifah Umar bin Abdul azis
bahwa yang dimaksud sebagai khalifah 'ala minhajin nbuwwah itu adalah Umar bin
Abdul Azis, dan Khalifah merasa gembira dengan kabar dari Habib bin Salim ini.
Jelas kita harus berhati-hati menerima riwayat 'politis' dan cukup 'berbau
menjilat' kepada penguasa ini.
Kesimpulan:
Ini semua menguatkan kajian saya beberapa
tahun silam bahwa term ‘khilafah a’la minhajin nubuwwah’ yg disebutkan dalam riwayat Habib bin Salim itu hanyalah
(1) tambahan belaka dan
(2) ditujukan untuk khalifah umar bin abdul
azis bukan untuk akhir zaman
(3) sanad dan matan riwayat khilafah 'ala
minhajin nubuwwah ini sangat bermasalah. Karena itu gugur seketika semua
propaganda HTI untuk kembali ke jaman khilafah. Dalil sudah runtuh dan diskusi
sudah selesai.
Saya mendukung keputusan Musyawarah
Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama tahun 2014 yang menolak kembali ke
Khilafah. Saya mendukung pernyataan KH Hasyim Muzadi di depan pengurus DPP HTI
bahwa HTI tidak perlu lagi mempromosikan Khilafah di NKRI ini. Saya juga
mendukung sepenuhnya pernyataan Ketua Umum GP Ansor Gus Yaqut Cholil Qoumas
yang meminta pemerintah untuk #bubarkanHTI
Gerakan apapun, mau komunis ala PKI, NII
dengan negara islam atau khilafah model HTI adalah gerakan makar yang hendak
menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan darah dan air mata
para pejuang dan ulama untuk menegakkan dan mempertahankan NKRI ini dinistakan
oleh seorang da'i HTI yang beredar videonya di youtube yang mengatakan semuanya
telah mati dalam keadaan kafir karena tidak mendukung berdirinya khilafah.
Dalil mereka saja sangat bermasalah kok seenaknya mengkafirkan-kafirkan para
pejuang dan pendiri Republik Indonesia. Na'udzubillah.
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama
Australia- New Zealand