Tiga Alasan Mengapa Presiden Mesti Tetapkan Hari Santri
Selasa, 29 September 2015 09:00Nasional
Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyyah
Nahdlatul Ulama (RMI NU) KH Abdul Ghoffar Rozien menyerukan agar Presiden Joko
Widodo menepati janjinya dalam kampanye. Jika Presiden pernah mengusulkan 1
Muharam, RMI berpendapat 22 Oktober lebih tepat karena alasan historis.“Ribuan
pesantren dan jutaan santri sudah menunggu keputusan Presiden terkait dengan
Hari Santri Nasional. Kebijakan itu, menguatkan marwah negara,” ungkap Rozien
Ia mengatakan, langkah presiden Jokowi sudah tepat
untuk memberikan penghormatan kepada santri, karena jasa-jasa pesantren di masa
lalu yang luar biasa untuk memperjuangkan kemerdekaan serta mengawal kokohnya
NKRI,” terang Gus Rozien.
Menurut Gus Rozien, latar belakang pentingnya Hari
Santri Nasional adalah untuk menghormati sejarah perjuangan bangsa ini. “Hari
Santri Nasional tidak sekadar memberi dukungan terhadap kelompok santri.
Justru, inilah penghormatan negara terhadap sejarahnya sendiri. Ini sesuai
dengan ajaran Bung Karno, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak
melupakan sejarah, Jas Merah!” tegasnya.
Tiga Alasan Dasar
Gus Rozien menambahkan, ada tiga argumentasi utama
yang menjadikan Hari Santri Nasional sebagai sesuatu yang strategis bagi
negara. “Pertama, Hari Santri Nasional pada 22 Oktober, menjadi ingatan sejarah
tentang Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari. Ini peristiwa penting yang
menggerakkan santri, pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama, berjuang
melawan pasukan kolonial, yang puncaknya pada 10 Nopember 1945,” ungkap Gus
Rozien.
Kedua, lanjutnya, jaringan santri telah terbukti
konsisten menjaga perdamaian dan keseimbangan. Perjuangan para kiai jelas
menjadi catatan sejarah yang strategis, bahkan sejak kesepakatan tentang darul
islam (daerah Islam) pada pertemuan para kiai di Banjarmasin, 1936.
“Sepuluh tahun berdirinya NU dan sembilan tahun
sebelum kemerdekaan, kiai-santri sudah sadar pentingnya konsep negara yang
memberi ruang bagi berbagai macam kelompok agar dapat hidup bersama. Ini konsep
yang luar biasa,” tegas Gus Rozien.
Rumusan ketiga, ungkap Gus Rozien, yakni kelompok
santri dan kiai-kiai terbukti mengawal kokohnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). “Para kiai dan santri selaluh berada di garda depan untuk
mengawal NKRI, memperjuangan Pancasila. Pada Muktamar NU di Situbondo, 1984,
jelas sekali tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Bahwa NKRI sebagai
bentuk final, harga mati yang tidak bisa dikompromikan,” jelas Gus Rozien.
Dengan demikian, Gus Rozien menambahkan, Hari Santri
bukan lagi sebagai usulan ataupun permintaan dari kelompok pesantren. “Ini
wujud dari hak negara dan pemimpin bangsa, memberikan penghormatan kepada
sejarah pesantren, sejarah perjuangan para kiai dan santri. Kontribusi
pesantren kepada negara ini, sudah tidak terhitung lagi,” tegas Rozien.
Sementara, adanya kritik terhadap rencana penetapan
Hari Santri Nasional, menurut Gus Rozien merupakan hal yang wajar. “Itu
merupakan hak bagi setiap individu maupun kelompok untuk memberikan kritik.
Kami merespon dengan baik dan santun. Akan tetapi, jelas argumentasi
epistemiknya lemah jika menggunakan teori Gertz, yang sudah dikritik sendiri
oleh kolega-koleganya, semisal Talal Asad, Andrew Beatty, Mark R Woodward, dan
beberapa peneliti lain. Selain itu, kelompok abangan juga sudah banyak yang
melebur menjadi santri,” terang Rozien. (Aziz/Mahbib)
SUMBER : http://www.nu.or.id/post/read/62497/tiga-alasan-mengapa-presiden-mesti-tetapkan-hari-santri.